Trade Policy Journal
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ
<div class="post hentry uncustomized-post-template" style="text-align: justify;"><span style="float: left; padding: 0px 9px 5px 0px; margin-right: 18px; width: 180px; height: 229px; border-right: 1px solid #7e7e7e;"> <img style="height: 100%; width: 170px;" src="http://jurnal.kemendag.go.id/public/site/images/admin_jurnal/Finalisasi_Kompilasi_TPJ_Vol._1_Desember_2022_Rev3_low_(1)-1_.png" alt="" width="231px" height="231px"></span>Trade Policy Journal is a journal managed by the Trade Policy Agency of the Ministry of Trade of the Republic of Indonesia. First published in 2022 using the <em>Open Journal System.</em> This journal contains articles on trade issues and policies within the scope of domestic and international trade and economics. Trade Policy Journal accepts manuscripts written in Indonesian and English that have never been published in journals/proceedings or other scientific publications.</div> <div><a class="read-more" style="display: block; float: left; font-size: 12px; padding: 8px 20px; width: 100%; color: #000; letter-spacing: 0.5px; border: 1px solid #293d9b; margin-top: 13px; margin-bottom: 12px; box-sizing: border-box; text-align: center;">ISSN ONLINE: 2964-8394</a></div>Trade Analysis and Development Agency, Ministry of Trade of Republic of Indonesiaen-USTrade Policy JournalPENYEMPURNAAN KETENTUAN SURAT KETERANGAN ASAL TERHADAP BARANG IMPOR YANG DIKENAKAN TINDAKAN PENGAMANAN
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ/article/view/856
<p><strong>Ringkasan Eksekutif</strong></p> <p>Sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 37 Tahun 2008, importir yang mengimpor barang dari negara-negara yang dikecualikan dari pengenaan tindakan pengamanan (<em>safeguard</em>), wajib menyertakan surat keterangan asal (SKA). Namun demikian, ketentuan tersebut memiliki celah sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan <em>trade remed</em><em>y</em> menjadi kurang efektif. Hal ini ditandai dengan adanya praktik <em>circumvention</em>, khususnya peningkatan impor dari negara yang dikecualikan pada pengenaan <em>safeguard</em>, dan <em>dispute</em> pemungutan bea masuk <em>trade remed</em><em>y</em> di lapangan. Untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan <em>trade remed</em><em>y, </em>Pemerintah memiliki dua opsi kebijakan yaitu mengoptimalkan kondisi <em>status quo</em> Permendag No. 37 Tahun 2008 atau melakukan penyempurnaan terhadap Permendag No. 37 Tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis menggunakan <em>Regulatory Impact Analysis</em> (RIA), diperoleh kesimpulan bahwa Pemerintah perlu melakukan penyempurnaan Permendag No. 37 Tahun 2008 dengan membuat Permendag yang mengatur ketentuan prosedural dalam penentuan asal barang dan SKA terhadap barang impor yang dikenakan <em>trade remedy</em> yang menyertakan SKA non-preferensi. Penyempurnaan tersebut memiliki manfaat yang lebih besar serta biaya yang lebih rendah dibandingkan apabila Pemerintah tidak dilakukannya perubahan ketentuan sama sekali (<em>do nothing</em>). Beberapa hal substansial yang perlu diatur lebih lanjut dalam ketentuan asal barang dan SKA non-preferensi, antara lain tata cara penelitian SKA non-preferensi yang sederhana, pengaturan kriteria asal barang, dan informasi/data minimum yang perlu tercantum dalam SKA.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: <em>trade remedy</em>; Surat Keterangan Asal (SKA), non-preferensi, <em>Regulatory Impact Analysis</em> (RIA)</p> <p><strong><em>Executive Summary</em></strong></p> <p><em>As regulated in </em><em>the </em><em>Regulation </em><em>o</em><em>f</em> <em>the Minister of Trade </em><em>N</em><em>o. 37 of 2008, importers who import goods from countries that are exempt from the imposition of safeguard, are required to </em><em>enclose</em><em> a certificate of origin (</em><em>COO</em><em>)</em><em>.</em> <em>However, this regulation has </em><em>loopholes</em><em> which result in </em><em>the implementation of the trade remed</em><em>y</em><em> polic</em><em>ies</em><em> being less effective</em><em>. This is</em> <em>indicated</em><em> by the circumvention practice</em><em>s</em><em> , especially </em><em>increasing import </em><em>from </em><em>third </em><em>countries that are excluded from the imposition of safeguards, and disputes </em><em>on the collection of </em><em>trade remed</em><em>y duty</em><em>. </em><em>To increase the effectiveness of implementing the trade remedy policy, the Government has two policy options, namely optimizing the status quo conditions of Minister of Trade Regulation No. 37 of 2008 or making improvements to Minister of Trade Regulation No. 37 of 2008.</em><em> Based on the analysis using </em><em>Regulatory Impact Analysis</em> <em>(RIA)</em><em>, it is concluded that the Government needs to </em><em>revise</em><em> the Minister of Trade Regulation No. 37 of 2008</em><em>. This can be done </em><em>by </em><em>adding</em><em> procedural provisions in determining the origin of goods and </em><em>COO</em><em> on imported goods which are subject to a trade remedy</em><em> measure</em><em> that </em><em>enclose</em><em> non-preferential </em><em>COO </em><em>because it has greater benefits as well as lower costs compared to if the Government </em><em>do not</em><em> change the provisions (do nothing).</em><em> Several substantial matters that need to be regulated further are a simple non-preferential COO inspection procedures, setting criteria for the origin of goods, and minimum information/data requiredin the COO.</em></p> <p><strong><em>Key Words</em>:</strong> <em>trade remedy</em>; <em>Certificate of Origin</em> (COO), non preferential, <em>Regulatory Impact Analysis</em> (RIA)</p> <p> </p>Aditya P. AlhayatNiki Barenda Sari
Copyright (c) 2023 Trade Policy Journal
2023-12-282023-12-2821110IMPLEMENTASI ATiSA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN ASEAN DAN INDONESIA
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ/article/view/869
<p><strong>Ringkasan Eksekutif </strong></p> <p>Berakhirnya pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi Indonesia untuk kembali meningkatkan perdagangan melalui pemanfaatan kerja sama perdagangan yang sudah ada. Dalam kerangka ASEAN, kerja sama perdagangan jasa tertuang dalam ASEAN <em>Trade in Services Agreement</em> (ATiSA) yang sudah ditandatangani sejak April 2019. Dalam perjanjian ATiSA negara anggota ASEAN akan membuka akses pasar jasa melalui: i) menghilangkan semua pembatasan pasokan jasa Moda 1 dan Moda 2; ii) mengizinkan partisipasi ekuitas ASEAN hingga 70%; iii) secara signifikan menghilangkan pembatasan terkait akses pasar pada penyediaan jasa Moda 3; dan iv) menghilangkan pembatasan mengenai <em>National Treatment</em> pada Moda 3 untuk 128 subsektor, dengan satu pengecualian dari 128 subsektor tersebut. Berdasarkan hasil simulasi model CGE, rekomendasi opsi kebijakan yang diambil adalah melakukan ratifikasi perjanjian ATiSA agar para penyedia jasa nasional dapat memanfaatkan akses pasar yang diberikan. Hasil simulasi model CGE menunjukkan jika ATiSA diimplementasikan maka semua negara ASEAN memperoleh dampak positif yang merata. Bagi Indonesia sendiri ATiSA akan memberi nilai surplus perdagangan sebesar USD 702,9 juta, peningkatan GDP 0.004%, dan investasi 0,02%.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Perdagangan Jasa, ASEAN, Model CGE</p> <p><strong><em>Executive Summary</em></strong></p> <p><em>The end of the Covid-19 pandemic is a momentum for Indonesia to increase trade which was previously slowing down. One of the most effective ways to increase exports is through existing Free Trade Agreements. Within the ASEAN framework, cooperation in service trade takes the form of the ASEAN Trade in Services Agreement (ATiSA) signed in April 2019. In the ATiSA agreement, ASEAN member countries will open up market access for services by i) removing all restrictions on mode of supply 1 and 2; ii) allow ASEAN equity participation of up to 70%; iii) significantly remove restrictions related to market access in the provision of services in the mode of supply 3; and iv) removing restrictions on National Treatment in mode 3 for 128 subsectors, with one exception from the 128 subsectors. Based on the Computable General Equilibrium (CGE) model simulation results, the recommended policy option is to ratify the ATiSA agreement so that national service providers can benefit from the provided market access. The results of the CGE model simulation show that implementing ATiSA will positively impact all ASEAN countries evenly. For Indonesia alone, ATiSA will provide a trade surplus value of USD 702.9 million, an increase in GDP of 0.004%, and an investment of 0.02%.</em></p> <p><strong><em>Key Words</em>:</strong> <em>Trade in Services, ASEAN, CGE Model</em></p>endah ayu ningsihJane Rapmeriah
Copyright (c) 2023 Trade Policy Journal
2023-12-282023-12-28211118EVALUASI EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PERMENDAG NO.94/2018 TENTANG KETENTUAN PENGGUNAAN LETTER OF CREDIT UNTUK EKSPOR BARANG TERTENTU
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ/article/view/877
<p><strong>Ringkasan Eksekutif </strong></p> <p>Diterbitkannya Permendag No.94/2018 tentang Ketentuan Penggunaan <em>Letter of Credit</em> untuk Ekspor Barang Tertentu adalah merupakan tindak lanjut dari Rapat Terbatas (Ratas) tentang Strategi Kebijakan Memperkuat Cadangan Devisa. Salah satu hasil Ratas tersebut adalah perlunya pemerintah menetapkan strategi kebijakan penguatan devisa melalui instrumen <em>Letter of Credit</em> (L/C) yang mengacu pada pasal 4 dari PP No. 29/2017 tentang Cara Pembayaran dan Cara Penyerahan Barang dalam Kegiatan Ekspor dan Impor. Seiring dengan implementasi Kebijakan Permendag No.94/2018 tersebut, terdapat beberapa perubahan pengaturan yang berimplikasi terhadap perlunya penyesuaian pada Lampiran Permendag No.94/2018. Selain itu terdapat PP No.36/2023 yang mengatur ruang lingkup yang lebih komprehensif yang tidak hanya terkait perolehan Devisa Hasil Ekspor (DHE) melainkan juga mengatur mengenai mekanisme pemasukan dan penempatan DHE. Hasil analisis biaya manfaat yang merupakan bagian dari <em>Regulatory Impact Assessment</em> menyimpulkan bahwa Opsi Pencabutan Permendag No.94/2018 dapat menjadi Opsi yang lebih disarankan.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: <em>Letter of Credit, ekspor, Regulatory Impact Assessment, </em>Analisis Biaya Manfaat</p> <p><strong><em>Executive Summary</em></strong></p> <p><em>The issuance of Minister of Trade Regulation No.94/2018 concerning Provisions for the Use of Letters of Credit for the Export of Certain Goods was a follow-up to one of the results of the Limited Meeting (Ratas) on Policy Strategies for Strengthening Foreign Exchange Reserves</em><em>. The Ratas stipulates that the governmenet </em><em>need to establish a policy strategy for strengthening foreign exchange through the Letter of Credit (L/C) which refers to the article 4 of PP No. 29/2017 concerning Payment Methods and Delivery of Goods in Export and Import Activities. Along with the implementation of the Minister of Trade Policy No.94/2018, there are several regulatory changes which have implications for the need for adjustments to the Attachment to the Minister of Trade No.94/2018. Apart from that, there has been PP No.36/2023 which regulates a more comprehensive scope not only related to the acquisition of Export Proceeds Foreign Exchange (DHE) but also regulates the mechanism for importing and placing DHE. The results of the cost benefit analysis which is part of the Regulatory Impact Assessment councludes that the Option to Revoke Permendag No.94/2018 is </em><em>suggested</em><em>.</em></p> <p><strong><em>Key Words</em>:</strong> <em>Letter of Credit, export, Regulatory Impact Assessment, Cost Benefit Analysis</em></p>Rahayu Ningsih
Copyright (c) 2023 Trade Policy Journal
2023-12-282023-12-28211924POTENSI AKSESI CHILE DALAM ASEAN – AUSTRALIA NEW ZEALAND FREE TRADE AREA (AANZFTA) BAGI INDONESIA
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ/article/view/868
<p><strong>Ringkasan Eksekutif </strong></p> <p>ASEAN – Australia – New Zealand <em>Free Trade Area</em> (AANZFTA) merupakan FTA regional yang bersifat komprehensif dan bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Kawasan. Pada 26<sup>th </sup>ASEAN <em>Economic Ministers</em> (AEM)-<em>Closer Economic Relations</em> (CER) <em>Consultations</em>, negara AANZFTA menyambut baik minat Chile untuk bergabung dengan AANZFTA. Pihak Chile memprioritaskan melakukan aksesi dikarenakan bagi Chile, menjadi bagian dari persetujuan perdagangan komprehensif yang mencakup Anggota ASEAN merupakan sebuah prioritas. Opsi kebijakan dalam analisis ini adalah aksesi Chile ke dalam AANZFTA dengan menerapkan liberalisasi Chile sebesar 98% dan aksesi Chile dengan menerapkan liberalisasi Chile sebesar 96% (<em>existing</em> AAZFTA). Berdasarkan hasil analisis, jika Chile melakukan aksesi ke dalam AANZFTA maka Indonesia akan mengalami peningkatan kesejahteraan, PDB, investasi, ekspor, impor, neraca perdagangan, dan konsumsi. Rekomendasi kebijakan dalam tulisan ini yaitu menerima aksesi Chile ke AANZFTA dengan liberalisasi 98% karena lebih menguntungkan bagi Indonesia daripada liberalisasi 96%. Aksesi Chile ini akan membuka akses pasar Indonesia lebih luas ke Chile.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: AANZFTA, Aksesi, Chile</p> <p><strong><em>Executive Summary</em></strong></p> <p><em>ASEAN – Australia – New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) is a comprehensive regional FTA and aims for sustainable economic growth in the region. At the 26th ASEAN Economic Ministers (AEM)-Closer Economic Relations (CER) Consultation, AANZFTA countries welcomed Chile's interest in joining AANZFTA. Chile prioritizes access, considering that for Chile, being part of a comprehensive trade agreement that includes ASEAN members is a priority. The policy options in this analysis are Chile's accession to AANZFTA by implementing Chile's liberalization of 98% and Chile's accession by implementing Chile's liberalization of 96% (Existing AAZFTA). Based on the results of the analysis, if Chile accesses AANZFTA, Indonesia will experience an increase in welfare, GDP, investment, exports, imports, trade balance and consumption. The policy recommendation in this paper is accepting Chile's accession to AANZFTA with 98% liberalization which is more profitable for Indonesia than 96% liberalization. Chile's accession will open wider Indonesian market access to Chile.</em></p> <p><strong><em>Key Words</em>:</strong> <em>AANZFTA, Accession, Chile</em></p>Siti Mir'atul Khasanah
Copyright (c) 2023 Trade Policy Journal
2023-12-282023-12-28212534POTENSI PENINGKATAN PERDAGANGAN MELALUI KERJA SAMA ASEAN-BANGLADESH PREFERENTIAL TRADE AGREEMENT (PTA)
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ/article/view/872
<p><strong>Ringkasan Eksekutif </strong></p> <p>Bangladesh merupakan salah satu negara yang prospektif untuk dilakukan kerja sama perdagangan dan dapat menjadi gerbang pemasaran produk di kawasan Asia Selatan. <em>Preferential Trade Agreement</em> (PTA) merupakan salah satu bentuk kerja sama yang dapat dilakukan sebagai langkah awal dalam kerja sama dengan Bangladesh. Tujuan dari analisis adalah untuk mengetahui dampak makro ekonomi dan sektoral Indonesia untuk memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia dalam rencana pembentukan kerja sama tersebut. Metodologi yang digunakan adalah <em>Computable General Equilibrium</em> (CGE) melalui GTAP versi 10. Hasil simulasi GTAP menunjukkan bahwa ketika Indonesia bergabung dalam ASEAN-Bangladesh PTA, kesejahteraan Indonesia akan meningkat sebesar USD 1,23 juta. Nilai investasi akan meningkat sebesar 0,58%. PDB akan meningkat sebesar 0,06%. Ekspor akan meningkat sebesar 0,91% dan impor akan meningkat sebesar 1,81%. Sektor yang akan mengalami kenaikan <em>output</em> yaitu <em>motor vehicles and parts, paper products, vegetables, fruit, textiles,</em> dan <em>food products</em>. Rekomendasi dan kebijakan yang disarankan adalah Indonesia mendukung (bergabung) dalam ASEAN-Bangladesh PTA dengan harapan untuk membuka pasar ekspor yang lebih luas ke Bangladesh.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Ekspor, PTA, ASEAN, Bangladesh, CGE</p> <p><strong><em>Executive Summary</em></strong></p> <p><em>Bangladesh is one of the prospective countries for expanding trade cooperation and it is expected to become a gateway for market access in the South Asian region. Preferential Trade Agreement (PTA) is one form of cooperation that can be carried out as a first step in trade cooperation with Bangladesh. The purpose of the analysis is to determine Indonesia's macroeconomic and sectoral impacts to provide policy recommendations for Indonesia's position in the plan to establish this cooperation. The methodology used is Computable General Equilibrium (CGE) through GTAP version 10. The results of GTAP simulation show that when Indonesia joins the ASEAN-Bangladesh PTA, Indonesia's welfare will increase by 1.14 million. The investment value will increase by 0.58%. GDP will increase by 0.06%. Exports will increase by 0.91% and imports will increase by 1.81%. Sectors that will experience an increase in output are motor vehicles and parts, paper products, vegetables, fruit, textiles and food products. The recommendations and suggested policies are that Indonesia supports (joins) the ASEAN-Bangladesh PTA with the hope to open a wider export market to Bangladesh.</em></p> <p><strong><em>Key Words</em>:</strong> <em>Export, PTA, ASEAN, Bangladesh, CGE</em></p> <p> </p>Steven Raja IngotNur Ulfa M S
Copyright (c) 2023 Trade Policy Journal
2023-12-282023-12-28213552POTENSI DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR MINERAL LOGAM
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ/article/view/861
<p><strong>Ringkasan Eksekutif </strong></p> <p>Analisis ini bertujuan untuk menganalisis potensi dampak kebijakan larangan ekspor terhadap beberapa komoditas mineral logam pada 11 Juni 2023 sesuai Permendag No. 18 Tahun 2021, diantaranya Bauksit, Konsentrat Tembaga, Konsentrat Besi, Konsentrat Timbal/Mangan/Seng, dan Lumpur Anoda. Hasil analisis digunakan dalam penilaian terhadap sejumlah opsi kebijakan berikut: (i) Implementeasi kebijakan larangan ekspor pada 11 Juni 2023 sesuai amanat Permendag No. 18 Tahun 2021 (<em>do nothing</em>); (ii) Peninjauan kembali waktu pelaksanaan implementasi kebijakan larangan dengan memperhatikan kesiapan dalam negeri. Metode analisis yang digunakan adalah model keseimbangan umum pada simulasi model GTAP dengan beberapa indikator seperti PDB, tenaga kerja, investasi dan lainnya yang didukung oleh data kinerja ekspor, <em>progress smelter</em><em>,</em> serta data lainnya. Hasil simulasi berdasarkan kondisi faktual tingkat kemajuan dan fisik <em>smelter</em> menunjukkan bahwa implementasi kebijakan larangan ekspor apabila diterapkan pada 11 Juni 2023 berpotensi menghasilkan biaya (<em>cost</em>) sebagai berikut: potensi penurunan PDB sebesar 0,29%, penurunan tenaga kerja sektor tambang sebesar 4,2%, serta penurunan ekspor konsentrat mineral logam pada jangka pendek hingga USD 11,1 Miliar. Hal tersebut disebabkan oleh dampak ekspansi <em>output</em> dan nilai tambah produk turunan mineral logam yang belum mencapai level optimal. Terhadap potensi implikasi dampak tersebut, maka pilihan kebijakan mengarah kepada opsi kebijakan yaitu peninjauan kembali waktu pelaksanaan implementasi kebijakan larangan ekspor dengan memperhatikan kesiapan di dalam negeri. Pilihan kebijakan tersebut, sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang melakukan penangguhan implementasi kebijakan larangan ekspor atas sejumlah komoditas mineral logam pada 2024.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Pembatasan Ekspor, Konsentrat Mineral Logam, Model GTAP</p> <p><strong><em>Executive Summary</em></strong></p> <p><em>This analysis aims to identify the potential impact of the export prohibition policy on several metals and concentrates comprising of Bauxite, Copper’s Concentrate, Iron’s Concentrate, Lead/Manganese/Zinc’s Concentrate, and Anode Mud based on Minister of Trade’s Regulation No. 18 of 2021. The results of the analysis are used in assessing these following policy options: (i) the Implementation of the export prohibition policy in June, 11st 2023 according to Minister of Trade Regulation No. 18 of 2021 (do nothing) (ii) Reviewing and revising of time implementation of the policy with considering domestic situation. The method used in this analysis is general equilibrium using GTAP model simulation that computed impacts on indicators such as GDP, labor, investment and others and considered several factors as export performance, progress of the smelters and etc. The simulation conducted based on factual conditions of the smelter's progress show that implementation of the export prohibition policy on 11st June 2023 could cause following potential costs that are declining GDP by 0.29%, reduction in mining sector workforce by 4.2 % as well as the decreasing exports value of metal and concentrates in the short term by up to USD 11.1 Billion. This is due to output expansion and value added of derivative products which have not reached their optimal levels. Therefore, the results lead to one policy option that the Government should review the time implementation of the export prohibition policy considering our domestic condition. This recommendation is in line with policy that has been taken by the Government by suspending the implementation of the export prohibition policy on several metal and concentrates to 2024.</em></p> <p><strong><em>Key Words</em>:</strong> <em>Export Restriction, Metal and Concentrate, GTAP Model</em></p>Septika Tri ArdiyantiSyarifah AmaliahRetno Ariyanti PratiwiDwi Gunadi
Copyright (c) 2023 Trade Policy Journal
2023-12-282023-12-28215364ANALISIS RISIKO UNTUK PENGAWASAN IMPOR TERKAIT IMPLEMENTASI KEBIJAKAN POST BORDER
https://jurnal.kemendag.go.id/TPJ/article/view/873
<p><strong>Ringkasan Eksekutif </strong></p> <p>Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XV yang kemudian menghasilkan kebijakan <em>post border</em> dalam rangka meningkatkan daya saing dan menurunkan lamanya <em>dwelling time</em>. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabean <em>(Post Border)</em> memberikan kewenangan pengawasan kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga dan juga didukung oleh Balai Pengawasan Tertib Niaga (BPTN). Seiring berjalannya waktu, implementasi kebijakan <em>post border</em> menghadapi kendala yang disebabkan oleh keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia sehingga fungsi pengawasan dan pemeriksaan barang <em>post border</em> kurang maksimal. Untuk meningkatkan efektifitas pemeriksaan dan pengawasan, pemerintah menetapkan prioritas pengawasan produk <em>post border</em> dengan menggunakan pendekatan analisis risiko. Dari hasil penghitungan analisis risiko, diperoleh produk dengan risiko tinggi, yaitu produk hewan, makanan dan minuman, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, elektronik, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, serta bahan baku plastik.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: <em>post border</em>, prioritas produk, analisis risiko</p> <p><strong><em>Executive Summary</em></strong></p> <p><em>The government issued an Economic Package of XV policy which then produced post-border policy in order to increase the competitiveness and decrease port dwelling time. The Ministry of Trade Regulation number 51/ 2020 regarding the inspection and surveillance of the import trade system post customs area, gives oversight authority to the Directorate Generals of Consumer Protection and Commerce Compliance and supported by an Supervision of Commerce Compliance Agency(BPTN). With time , post-border policy implementation is facing obstacles caused by the budget limitation and human resources so that the function of surveillance and the check of post-border goods is not optimal. To increase the effectiveness of inspection and surveillance, the government sets a priority on the surveillance of post-border products using the approach of risk analysis. From the results of the calculated risk analysis, obtained high-risk products that are animal products, food and drink, garments and accessories, electronics, cosmetics and health supplement, and raw material of plastic.</em></p> <p><strong><em>Key Words</em>:</strong> <em>post border, priority products, risk analysis</em></p> <p> </p>Yudi Fadilah
Copyright (c) 2023 Trade Policy Journal
2023-12-282023-12-28216570