@article{Hermawan_2015, title={DAYA SAING REMPAH INDONESIA DI PASAR ASEAN PERIODE PRA DAN PASCA KRISIS EKONOMI GLOBAL}, volume={9}, url={https://jurnal.kemendag.go.id/bilp/article/view/6}, DOI={10.30908/bilp.v9i2.6}, abstractNote={<p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat daya saing ekspor rempah Indonesia di pasar ASEAN dan tingkat intensitas persaingan ekspor rempah dari negara-negara ASEAN. Metode analisis yang digunakan adalah <em>Revealed Comparative Advantage</em> (RCA), <em>Intra-Industry Trade</em> (IIT), <em>Index of Export Overlap</em> (IEO), dan <em>Index of Export Similarity</em> (IES). Sedangkan data yang digunakan adalah data tahunan periode tahun 2005-2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya saing rempah Indonesia di pasar ASEAN mengalami perubahan antar periode pengamatan. Pada periode sebelum dan saat krisis ekonomi banyak komoditas rempah Indonesia berdaya saing rendah. Sedangkan pada saat pasca krisis ekonomi kondisi daya saing rempah tersebut mengalami peningkatan, khususnya vanili, kayu manis, jahe, kunyit, safron, timi, daun salam, daun kari, dan lada. Apabila dilihat dari sisi persaingan komoditas rempah negara-negara ASEAN di pasar Indonesia maka intensitasnya cenderung menurun. Lada dari Filipina, vanili dari Thailand, dan cengkeh dari Malaysia dapat menjadi kompetitor yang potensial di pasar rempah Indonesia karena daya saingnya meningkat di saat negara-negara lain menurun. Pemerintah Indonesia dapat melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan potensi daya saing rempah melalui (a) teknik budidaya yang baik, (b) pengembangan industri hilir, (c) pemanfaatan bursa komoditas, dan (e) perbaikan fasilitasi perdagangan.</p><p> </p><p><em>The study aims at analyzing the level of export competitiveness of Indonesian spices and the intensity level of spices export competitiveness among ASEAN countries. This study used Revealed Comparative Advantage (RCA), Intra-Industry Trade (IIT), Index of Export Overlap (IEO), and Index of Export Similarity (IES) approaches. The data used were time series during 2005-2013. The results showed that in the period before and during economic crises, most of </em>Indonesian<em> spice commodities are considered in the low level of competitiveness. However, that level has improved after the Indonesian economic crises, particularly for some spice commodities such </em>as:<em> vanilla, cinnamon, ginger, saffron, turmeric, thyme, bay leaves, and curry. Seen from the ASEAN countries’ spice commodities in </em>Indonesian<em> market, the level of </em>competitiveness<em> tends to decline in the intensity. Philippines pepper, Thai vanilla, and Malaysian </em>clove ma<em>y become the potential competitors in Indonesian market showing that those countries have increased the level of competitiveness whereas other ASEAN countries have decreased. </em>Indonesian<em> government should maintain and stimulate the potential spice competitiveness </em>through:<em> (a) an application of good cultivation technique, (b) a development of downstream industry, (c) a utilization of commodity exchange, and (e) an improvement of trade facilitation.</em></p&gt;}, number={2}, journal={Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan}, author={Hermawan, Iwan}, year={2015}, month={Dec.}, pages={153-178} }